Literasi Sehari-hari di Stasiun Pasar Senen
Menunggu keberangkatan kereta pukul 17.05 WIB menuju Jombang, terbersit ide untuk membuat tulisan ringan mengenai literasi. Sejenis catatan yang membahas kejadian keseharian, tanpa bermaksud menggurui atau sok asyik, hanya untuk meng-capture dialog dengan diri sendiri. Tiba-tiba saja terlintas: Literasi Shari-hari. Fixed, cocok ini.
Terakhir berangkat dari Stasiun Pasar Senen itu sekitar akhir tahun lalu. Saat itu menuju Solo dalam rangka kegiatan uji publik TBM ramah anak yang dilakukan oleh Kemenko PMK dan Forum TBM. Ada perbedaan antara akhir tahun lalu dengan sore ini. Selain jadwal keberangkatan kereta yang lebih awal, sekarang saya menunggu di co-working space yang terletak antara area keberangkatan dengan titik penjemputan. Dilengkapi colokan yang melimpah, serta meja dan kursi yang nyaman. Kok bisa ya PT KAI seinovatif ini?
Seperti arwah yang penasaran, akhirnya saya wara-wiri weh weh weh mencari tahu penyebabnya. Akhirnya ketemu. Rasa kepenasaran saya dijawab oleh Shabika dan Finta, yang saat itu masih mahasiswa Prodi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta, melalui artikel yang mereka tulis di tahun 2020. Kata mereka, Stasiun Pasar Senen didesain menyesuaikan dengan perilaku pengguna. Adanya co-working space yang sedang saya gunakan ini merupakan bukti termutakhirnya.
Kenapa arsitektur perilaku harus diperhatikan dalam penerapan suatu desain? Penerapan desain akan mengarah kepada perbaikan lingkungan yang mampu
mewadahi pola perilaku sesuai dengan kebutuhan pelaku kegiatan. Stasiun Pasar Senen sebagai fasilitas publik sudah seharusnya memperhatikan faktor kebutuhan dasar penggunanya, faktor kelompok pengguna, faktor kemampuan fisik, serta faktor antropometrik. Apa yang dimaksud dengan faktor-faktor itu? Gugling aj sendiri ya. Bukankah kemampuan mencari informasi yang kita butuhkan termasuk literasi. Literasi sehari-hari.
Aris Munandar, founder Rumah Matahari Pagi.
Tidak ada komentar